Budidaya Kentang



BUDIDAYA KENTANG


BAB I
PENDAHULUAN

I.1   Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah, serta adanya penerapan teknologi dan pemasaran dalam mendukung pengembangan usaha pertanian. Salah satu sektor pertanian yang memegang peranan penting dan perlu dikembangkan adalah hortikultura khususnya tanaman sayuran yaitu kentang.
Kentang (Solanum tuberrasum L.) merupakan komoditas sayuran yang memiliki peran penting dalam menunjang ketahanan pangan maupun sebagai usaha dalam bidang pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat semusim karena hanya satu kali berproduksi setelah itu mati, berumur pendek antara 90-180 hari dan berbentuk semak/herba. Batangnya yang berada di atas permukaan tanah ada yang berwarna hijau, kemerah-merahan, atau ungu tua. Akan tetapi, warna batang ini juga dipengaruhi oleh umur tanaman dan keadaan lingkungan. Kentang banyak mengandung karbohidrat yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Tingginya kandungan karbohidrat menyebabkan kentang dikenal sebagai bahan pangan yang dapat mensubstitusi bahan pangan lain yang berasal dari beras, jagung dan gandum. Selain itu, kentang juga banyak mengandung vitamin B, vitamin C, dan sejumlah vitamin A.
Produktivitas kentang di Indonesia masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan produktivitas kentang di negara-negara maju. Rendahnya produktivitas kentang di Indonesia disebabkan oleh: Rendahnya mutu benih yang digunakan oleh petani; Pengetahuan kultur teknis kentang masih kurang; Menanam kentang secara terus-menerus; Kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit; Umur panen yang kurang tepat; Penyimpanan yang kurang baik; Permodalan petani yang terbatas. Peningkatan produktivitas kentang ini diperlukan untuk menghasilkan kentang yang berkualitas untuk digunakan selanjutnya baik itu sebagai konsumsi langsung ataupun olahan lainnya. Umbi kentang yang telah dipanen sering kali mengalami kerusakan akibat pengangkutan hasil produk dari lapangan atau penanganan pasca panen yang kurang tepat sehingga tidak sedikit hasil panen terbuang sia-sia. Padahal hasil panen menentukan hasil olahan pula.

I.2   Rumusan Masalah

1.      Apa saja botani tanaman kentang?
2.      Apa saja syarat tumbuh tanaman kentang?
3.      Bagaimana proses budidaya tanaman kentang?
4.      Apa saja Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) kentang?
5.      Bagaimana proses panen dan pasca panen tanaman kentang?

I.3   Tujuan

1.      Mengetahui botani tanamn kentang.
2.      Mengetahui syarat pertumbuhan tanaman kentang.
3.      Mengetahui proses budidaya tanaman kentang.
4.      Mengetahui apa saja Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) kentang.
5.      Mengetahui proses panen dan pasca panen tanaman kentang.


                               












BAB II
PEMBAHASAN

II.1     Botani Tanaman Kentang

II.1.1         Biologi Tanaman Kentang

Tanaman kentang adalah salah satu tanaman budidaya tetraploid (2n = 4x = 40). Tanaman ini berasal dari daerah subtropis di Eropa yang masuk ke Indonesia pada saat bangsa Eropa memasuki Indonesia di sekitar abad ke 17 atau 18. Penjelajah Spanyol dan Portugis pertama kali membawa ke Eropa dan mengembangbiakkan tanaman ini pada abad XVI. Dengan cepat menu baru ini tersebar di seluruh bagian Eropa. Dalam sejarah migrasi orang Eropa ke Amerika, tanaman ini pernah menjadi pemicu utama perpindahan bangsa Irlandia ke Amerika pada abad ke-19, di kala terjadi wabah penyakit umbi di daratan Irlandia yang diakibatkan oleh jenis jamur yang disebut ergot. Kentang (Solanum tuberosum L) termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek dan berbentuk perdu/semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati. Umur tanaman kentang antara 90-180 hari.
Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi               : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Famili              : Solanaceae
Genus              : Solanum
Species            : Solanun tuberosum L.
Dari tanaman ini dikenal pula spesies-spesies lain yang merupakan spesies liar, di antaranya Solanum andigenum L, Solanum anglgenum L, Solanum demissum L dan lain-lain. Varitas kentang yang banyak ditanam di Indonesia adalah kentang kuning varitas Granola, Atlantis, Cipanas dan Segunung .

II.1.2         Morfologi Tanaman Kentang

1.      Daun
Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun dan letak daun berselang-seling mengelilingi tanaman. Daun berbentuk oval sampai oval agak bulat dengan ujung meruncing dan tulang-tulang daun menyirip seperti duri ikan. Warna daun hijau muda sampai hijau tua hingga kelabu. Ukuran daun sedang dengan tangkai tidak panjang.
2.      Batang
Batang tanaman kentang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung pada varietasnya. Batang tanaman tidak berkayu, namun agak keras apabila dipijat. Warna batang umumnya hijau tua dengan pigmen ungu. Batang tanaman bercabang-cabang dan setiap cabang ditumbuhi oleh daun-daun yang rimbun. Permukaan batang halus, pada ruas batang tempat tumbuhnya cabang mengalami penebalan. Diameter batang kecil dengan panjang mancapai 1,2 meter.
3.      Akar
Tanaman kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang dapat menebus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabutnya umumnya tumbuh menyebar (menjalar) ke samping dan menembus tanah dangkal. Akar tanaman berwarna keputih-putihan, dan halus berukuran sangat kecil. Di antara akar-akar tersebut ada yang akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi bakal umbi (stolon), yang selanjutnya akan menjadi umbi kentang.
4.      Bunga
Tanaman kentang ada yang berbunga dan ada yang tidak, tergantung pada varietasnya. Warna bunga bervariasi, yakni kuning atau ungu. Kentang varietas dasiree berbunga ungu. Pada varietas cipanas, segunung dan cosima, bunga atau benang sari berwarna kuning, putiknya putih. Pada tanaman kentang yang berbunga, bunga tumbuh dari ketiak daun teratas. Jumlah tandan bunga juga bervariasi sedikit sampai banyak. Kentang varietas cosima memiliki tandan bunga sampai 11 buah, sedangkan varietas cipanas 7 buah. Bunga kentang berjenis kelamin dua. Bunga kentang yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji-biji.
5.      Umbi
Ukuran, bentuk, dan warna umbi kentang bermacam-macam, tergantung pada varietasnya. Ukuran umbi bervariasi besar dan kecil. Bentuk umbi ada yang bulat, oval, agak bulat (bulat lonjong), dan bulat panjang. Umbi kentang dapat berwarna kuning, putih, dan merah.

II.1.3         Kandungan Gizi Kentang

Kentang mengandung vitamin dan mineral, serta bermacam-macam phytochemical, seperti karotenoid dan polifenol. Kentang ukuran sedang 150 g (5.3 oz) kentang dengan kulit memberikan 27 mg vitamin C (45% dari Nilai Harian), 620 mg potasium (18% ), 0,2 mg vitamin B6 (10% ) dan melacak jumlah thiamin, riboflavin, folat, niacin, magnesium, fosfor, besi, dan seng. Isi serat kentang dengan kulit (2 g) adalah setara dengan banyak roti gandum, pasta, dan sereal.
Dalam hal gizi, kentang terkenal karena kandungan karbohidratnya (sekitar 26 gram dalam kentang medium). Bentuk dominan dari karbohidrat ini adalah pati. Sebagian kecil tapi signifikan pati ini adalah tahan terhadap pencernaan oleh enzim dalam lambung dan usus kecil, sehingga mencapai usus besar dasarnya utuh.
Nilai Kandungan gizi Kentang per 100 g (3.5 oz)
Kandungan gizi
Nilai Rata-rata(%)
Energi
321 kJ (77 kcal)
Karbohidrat
19 g
Pati
15 g
Diet serat
2.2 g
Lemak
0.1 g
Protein
2 g
Air
75 g
Thiamine (B1 Vit.)
0.08 mg (6%)
Riboflavine (B2 Vit.)
0.03 mg (2%)
Niacin (B3 Vit.)
1.1 mg (7%)
B6 Vit.
0.25 mg(19%)
Vitamin C
20 mg (33%)
Kalsium
12 mg (1%)
Besi
1.8 mg (14%)
Magnesium
23 mg (6%)
Fosfor
57 mg (8%)
Kalium
421 mg (9%)
Sodium
6 mg


II.2Budidaya Tanaman Kentang

II.2.1         Syarat Tumbuh Tanaman Kentang

Menurut Bambang cahyono, 1996 menyatakan Tanaman kentang akan tumbuh baik dan dapat memberikan hasil yang tinggi (jumlah ton/ha) apabila ditanam di tempat yang keadaan lingkungannya sesuai dengan syarat tumbuhnya. Pembudidayaan yang dilakukan tanpa memperhatikan keadaan ekologi yang sesuai merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kegagalan panen.
Dalam budidaya tanaman kentang, keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuhnya tanaman adalah keadaan tanah dan keadaan iklim. Keadaan tanah yang perlu mendapat perhatian adalah letak geografis tanah, keadaan topografi tanah, keadaan sifat fisika-kimia tanah dan biologis tanah. Sedangkan keadaan iklimnya adalah meliputi keadaan suhu dan kelembaban udara, keadaan curah hujan, penyinaran cahaya matahari dan angin. Adapun kesesuaian dari masing-masing keadaan lingkungan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut dibawah ini:
1.      Letak Geografis Tanah/Ketinggian Tempat.
Tanaman kentang umumnya dapat tumbuh baik bila ditanam di dataran tinggi (1.500 – 3.000 m dpl). Namun sebagai pengecualian, tanaman kentang ada yang tumbuh baik pada ketinggian 500 m dpl. seperti di daerah Maja, dan tumbuh pada ketinggian 800 m dpl, seperti di daerah Temanggung, Kedu. Keadaan ketinggian tempat juga berhubungan erat dengan keadaan iklim setempat yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, seperti keadaan suhu udara, keadaan curah hujan, keadaan kelembaban udara, dan keadaan penyinaran cahaya matahari.
Semakin tinggi letak geografis tanah, maka keadaan suhu udara akan semakin turun dengan laju penurunan sebesar 0,5˚C setiap kenaikan 100 meter dari permukaan laut. Sedangkan intensitas cahaya matahari dan kelembaban udaranya semakin tinggi. Demikian pula keadaan curah hujan akan semakin tinggi (Bambang cahyono, 1996).
2.      Keadaan Topografi Tanah.
Keadaan topografi tanah atau derajat kemiringannya juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap budidaya tanaman kentang, terutama berpengaruh terhadap besarnya biaya eksploitasi atau biaya pembukaan tanahnya. Biaya yang diperlukan untuk pembukaan tanah pada daerah yang topografinya miring akan lebih besar dibanding dengan pembukaan tanah ataupun penanaman yang dilakukan pada daerah yang keadaan topografinya datar. Sebab, pada daerah yang topografinya miring maka untuk pembudidayaannya harus dibuat teras-teras dan tanggul-tanggul agar tidak terjadi erosi yang dapat menghanyutkan unsur-unsur hara dan merusak tanaman akibat longsornya tanah. Maka, pembukaan pada tanah yang miring diperlukan biaya tambahan untuk pembuatan teras-teras dan tanggul-tanggul tersebut.
Untuk menghemat biaya eksploitasi atau pembukaan tanah, maka sebaiknya dipilih lokasi yang keadaan topografi tanahnya datar. Dengan demikian tidak perlu membuat teras-teras ataupun tanggul-tanggul. Akan tetapi apabila keadaannya memaksa harus menggunakan tanah yang miring, hendaknya harus memperhitungkan derajat kemiringan tanahnya. Untuk pembudidayaan tanaman ditanah yang miring, derajat kemiringan tanah harus dibawah 30%. Sebab, derajat kemiringan tanah diatas 30% sudah merupakan faktor penghambat untuk budidaya tanaman sehingga sudah tidak menguntungkan lagi (Bambang cahyono, 1996).
3.      Keadaan Fisika, Kimia, dan Biologis Tanah
Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada segala jenis tanah, akan tetapi pertumbuhan yang paling baik dan subur adalah pada tanah vulkanis dengan kandungan pasir sedikit. Pada tanah yang demikian itu tanaman akan menghasilkan kualitas kentang yang baik. Sedangkan struktur tanah yang sesuai adalah yang berstruktur gembur, tanah banyak mengandung bahan organik atau humus, subur, tanah mudah mengikat air (porous), dan memiliki drainase yang baik. Keadaan tanah yang padat dan tidak porous dapat menghambat pertumbuhan umbi, sehingga umbi yang akan dihasilkan kecil-kecil. Disamping itu, juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
Sifat fisika tanah yang baik akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil panen, karena sifat fisika tanah berpengaruh nyata terhadap peredaran oksigen dan ketersediaan oksigen di dalam tanah yang sangat diperlukan untuk pernafasan akar dan jasad-jasad renik tanah dalam membantu menguraikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang tersedia bagi tanaman: sifat fisika tanah yang baik juga dapat meningkatkan pembuangan air (drainase) sehingga dapat mencegah penggenangan air. Pada struktur tanah yang gembur dapat memudahkan akar tanaman menembus tanah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perakaran, pertumbuhan tanaman dan pertumbuhan umbi.
Dengan sifat fisika tanah yang baik dapat mencegah erosi, yang berarti dapat mencegah pula hilangnya unsur-unsur hara tanah. Keadaan kimia tanah atau keasaman yang sesuai untuk pertumbuhannya adalah tanah yang memiliki derajat keasaman (pH) sekitar 5 – 6,5. Jika tanah yang akan ditanami keasamannya tinggi, yaitu nilai pHnya rendah maka keasaman tanah perlu diturunkan dengan menaikan nilai pH tanah melalui pengapuran. Sedangkan apabila nilai pHnya tinggi diatas 6,5 maka perlu diturunkan dengan memberikan belerang pada tanah.
Derajat keasaman tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terutama pada tahap awal pertumbuhan dan terhadap perkembangan umbi setelah umbi terbentuk. Keadaan derajat keasaman juga berpengaruh terhadap ketersediaan zat-zat hara, dan aktivitas jasad renik tanah dalam penguraian bahan organik. Pada keadaan tanah yang sangat asam (nilai pH kurang dari 4) atau sangat basa (nilai pH lebih dari 9) sudah merupakan racun bagi tanaman.
Keadaan biologis tanah atau keberadaan organisme tanah berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah karena berfungsi sebagai pengurai bahan-bahan organik tanah menjadi bahan yang tersedia bagi tanaman. Keberadaan organisme tanah sangat dipengaruhi oleh keadaan sifat fisika tanah dan keasaman tanah (Bambang cahyono, 1996).
4.      Keadaan Suhu dan Kelembaban.
Keadaan suhu udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman adalah berkisar antara 15˚C – 20˚C dengan kelembaban udara antara 80% – 90%. Suhu udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan pembentukan umbi berkurang sehingga menurunkan produksi, hal ini disebabkan karena aktivitas metabolisme tanaman menurun. Demikian pula kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan karena penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan (Bambang cahyono, 1996).
5.      Keadaan Curah Hujan.
Daerah dengan curah hujan 1.200 – 1500 mm/tahun merupakan daerah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kentang. Curah hujan yang terlalu tinggi (banyak hujan) tanaman menjadi peka terhadap serangan penyakit busuk batang atau akar. Disamping itu, mutu umbi yang dihasilkan jelek, yakni umbinya kecil-kecil, kulit umbi tipis dan mudah mengelupas. Dengan demikian produksinya menjadi rendah (Bambang cahyono, 1996).
6.      Faktor Penyinaran Matahari.
Penyinaran cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis. Lamanya penyinaran cahaya matahari berpengaruh terhadap waktu (kapan) umbi terbentuk dan lamanya proses perkembangan berlangsung. Kisaran lamanya penyinaran cahaya matahari bervariasi antara 10 – 16 jam per hari, tergantung varietasnya. Namun, faktor cahaya yang penting berpengaruh terhadap pembentukan umbi adalah intensitas cahaya.
Tanaman kentang memerlukan intensitas cahaya yang besar. Semakin besar intensitas cahaya yang dapat ditangkap atau diterima akan mempercepat pembentukan umbi dan waktu pembungaan. Intensitas cahaya matahari yang lemah akibat keadaan cuaca yang buruk atau karena tertutup pepohonan disekitar tanaman dapat menyebabkan tanaman tumbuh memanjang, kurus, lemah, dan pucat. Akibatnya proses pembentukan umbi terhambat (Bambang cahyono, 1996).
7.      Keadaan Angin.
Angin yang kencang dan berkelanjutan secara langsung dapat merusak tanaman, seperti robohnya tanaman, patahnya ranting-ranting dan lain-lain. Sedangkan pengaruhnya secara tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman adalah angin berpengaruh terhadpa kondisi tanah, yakni angin yang kencang dapat mempercepat penguapan air tanah sehingga menyebabkan tanah cepat mengering dan mengeras. Keadaan ini dapat mempengaruhi jumlah imbangan antara udara dan air di dalam tanah tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman. Dengan demikian tanaman akan terganggu pertumbuhannya dan keadaan tanah yang mengeras dapat menghambat pertumbuhan umbi (Bambang cahyono, 1996). 
   






II.2.2         Persiapan Lahan

Berikut ini merupakan beberapa tahap dalam proses persiapan lahan untuk budidaya tanaman kentang.
1.      Mencangkul Tanah
Tanah harus dicangkul sedalam 30-40 cm. setelah dicangkul, tanah dibiarkan beberapa hari agar mendapat sinar matahari sehingga peredaran udara lancer serta hama dan bakteri bisa terbunuh.
2.      Menggemburkan Tanah
Setelah dicangkul, tanah harus dilembutkan dan digemburkan. Tanaman kentang hanya bisa tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur sekali. Dalam tanah yang gembur, akar kentang sebagai asal terjadinya umbi bisa berkembang secara maksimal. Untuk menggemburkan tanah dapat digunakan cangkul berukuran sedang atau garu.
3.      Membuat Bedengan
Bedengan perlu dibuat sebagai tempat penanaman kentang. Bedengan bisa memudahkan petani untuk memelihara tanaman kentang. Dengan bedengan, tanaman kentang tidak akan tergenang air jika hujan turun. Bedengan sebaiknya dibuat membujur kea rah barat-timur. Lebarnya lebih kurang 70 cm (untuk satu jalur tanaman) atau 140 cm (untuk dua jalur tanaman). Panjangnya disesuaikan kondisi tanah. Tinggi bedengan lebih kurang 15 cm. parit bedengan lebarnya lebih kurang 25 cm.
Parit-parit bedengan selain berfungsi sebagai jalan untuk merwat tanaman, juga sebagai saluran air. Oleh karena itu, parit-parit bedengan ini dibuat sedemikian rupa agar air dapat mengalir lancer bila turun hujan.
4.      Membuat Saluran Air
Saluran air dibuat untuk pembuangan dan untuk mengalirkan air. Hal ini dimaksudkan agar air tidak menggenang di parit-parit bedengan.
Tanaman kentang sangat peka terhadap air, terlebih-lebih sejak penanaman sampai berumur dua bulan. Akar tanaman kentang yang tergenang air akan membusuk, kemudian tanaman kentang pun layu.
5.      Meratakan Tanah
Proses mertakan tanah ini perlu dilakukan agar permukaan bedengan rata atau datar dan tidak terdapat bongkahan-bongkahan tanah lagi.
II.2.3         Pembibitan

Bibit tanaman kentang dapat berasal dari umbi. Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram. Pilih umbi yang cukup tua antara 150-180 hari, umur tergantung varietas, tidak cacat, umbi baik, varietas unggul. Umbi disimpan di dalam rak/peti di gudang dengan sirkulasi udara yang baik (kelembaban 80-95%). Lama penyimpanan 6-7 bulan pada suhu rendah dan 5-6 bulan pada suhu 25° C. Pilih umbi dengan ukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas. Gunakan umbi yang akan digunakan sebagai bibit hanya sampai generasi keempat saja. Setelah bertunas sekitar 2 cm, umbi siap ditanam.

II.2.4         Penanaman

Karena tanaman kentang tidak memerlukan persemaian, maka setelah memilih bibit yang baik dan disimpan dengan cermat, maka kemudian akan muncul titik-titik tumbuh. Hal ini menjadi pertanda bahwa bibit sudah bisa ditanam. Bibit bisa langsung ditanam ditempat yang telah dipersiapkan. Yang harus dikerjakan terlebih dahulu dalam penanaman, yaitu membuat lubang-lubang tanaman berupa alur-alur silang. Kemudian, pada titik pertemuan sialang itulah nantinya bibit kentang ditanam.
Agar pertumbuhan tanaman dapat sempurna, maka jarak tanaman harus diatur sebagai berikut:
1.      Jarak antara baris 50-65 cm
2.      Jarak tanam di dalam baris 30-40 cm
3.      Dalamnya tanaman masuk ke tanah 5-10 cm
Pada tanah berat, bibit ditanam lebih dangkal. Demikian pula pada musim penghujan, bibit ditanam lebih dangkal agar tidak banyak terendam air. Tetapi, sebaliknbya, pada musim kemarau bibit kentang ditanam lebih dalam agar tidak mengalami kekeringan. Dalam proses penanaman, tiap-tiap lubang tanaman diberi pupuk kandang sebanyak 0,5 kg. Dalam satu hektar tanaman kentang diperlukan pupuk kandang 20-30 ton.
Letakkanlah bibit-bibit kentang di atas pupuk kandang dengan kedalaman 7,5-12,5 cm. Usahakan agar tunas-tunasnya menghadap ke atas. Pada sebelah kanan dan kirinya, berilah pupuk DS dan ZA sejauh kurang lebih 5 cm dari bibit, yaitu disebelah kanan diberi pupuk DS sebanyak kira-kira 16 gram dan di sebelah kiri diberi pupuk ZA sebanyak lebih kurang 16 gram juga. Kemudian, tutuplah lubang-lubang tanam dengan tanah. Dalam satu hektar tanaman kentang diperlukan lebih kurang 80-900 kg DS dan ZA. Dengan lahan seluas satu hektar diperlukan bibit kentang sebanyak 1200-1500 kg yang   berat tiap umbinya antara 30-40 gram.
Waktu tanam yang tepat adalah diakhir musim hujan pada bulan April-Juni, jika lahan memiliki irigasi yang baik/sumber air kentang dapat ditanam dimusim kemarau. Jangan menanam dimusim hujan. Penanaman dilakukan dipagi/sore hari. Bibit dimasukkan ke lubang tanam, ditimbun dengan tanah dan tekan tanah di sekitar umbi. Bibit akan tumbuh sekitar 10-14 hst. Mulsa jerami perlu dihamparkan di bedengan jika kentang ditanam di dataran medium.

II.2.5         Pemupukan

Lahan yang telah dipersiapkan sebelumnya berupa alur-laur atau garitan-garitan, kemudian diberi pupuk organik (pupuk kandang atau kompos). Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dihamparkan dalam garitan-garitan atau diberikan secara setempat diantara umbi kentang yang akan ditanam. Pupuk kandang yang biasa dipakai adalah kotoran ayam, sapi, kerbau, kambing, dan burung. Pemberian pupuk kandang minimal tiga hari sebelum tanam.
Bersamaan dengan pemberian pupuk kandang tersebut sebelum penanaman bibit, pupuk buatan juga diberikan. Cara pemberian pupuk buatan adalah diatas pupuk kandang atau diantara umbi bibit dengan jarak 5cm – 7cm di sebelah kanan dan kiri umbi kentang. Jumlah pupuk buatan untuk tanaman kentang bervariasi, tergantung pada varietas kentang, jenis tanah, kesuburan tanah, lokasi, dan musim. Sebagai pedoman, pemakaian pupuk buatan untuk lahan seluas satu hektar adalah menggunakan campuran pupuk buatan yang dilakukan 20 hari sekali sebagai berikut:
1.      Pupuk Urea sebanyak 400 – 600 kg/ha
2.      Pupuk ZA sebanyak 150 kg/ha
3.      Pupuk SP36 sebanyak 450 kg/ha
4.      Pupuk KCl sebanyak 100 kg/ha

II.2.6         Penyiraman

Tanaman kentang tidak menghendaki kekeringan, meskipun sangat peka terhadap air yang berlebihan, terutama air yang menggenang. Jika terlalu kering, maka suhu tanah akan menjadi panas dan kelembabannya turun. Umbi kentang memerlukan suhu dingin dengan kelembaban yang tinggi. Pada tanah yang suhu dan kelembabannya tidak stabil, tanaman kentang akan menghasilkan umbi yang bentuknya tidak menarik dan benjol-benjol. Penyiraman kentang harus diperhatikan, terutama bila tidak turun hujan. Apalagi pada musim kemarau.

II.2.7         Pendangiran dan Penyiangan

Setelah tanaman kentang berumur kira-kira satu bulan, maka perlu dilakukan pendangiran. Yakni, tanah disekitar tanaman perlu digemburkan agar peredara udara menjadi lancar. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik,. Rumput-rumput yang ada di sekitar tanaman juga perlu dibersihkan agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman kentang.
Proses penggemburan juga disertai dengan peninggian gundukan tanah atau bedengan agar umbi tanaman selalu terkubur. Umbi kentang yang tidak tertutup tanah akan berwarna hijau dan kualitasnya rendah.

II.2.8         Pembumbunan

Setelah tanaman kentang berumur 3-4 minggu, maka perlu dilakukan pembumbunan, yakni proses peninggian tanah. Pembumbunan akan memberikan keuntungan bagi tanaman, antara lain:
1.      Akan merangsang pembentukan akar baru sehingga umbi kentang yang dihasilkan bisa semakin banyak.
2.      Membantu perkembangan umbi.
3.      Memperkokoh berdirinya batang.
Tetapi, perlu diperhatikan bahwa pembumbunan yang dilakukan tidak boleh terlalu tinggi karena bisa mengganggu pernapasan tanaman kentang di dalam tanah.

II.2.9         Pemangkasan Bunga

Biasanya pada umur 25 – 30 hari, tanaman kentang mulai mengeluarkan bunga. Oleh karena itu, bunga sebaiknya dipangkas sebelum mekar (bunga masih kuncup). Kemunculan bunga bisa membuat umbi tumbuhnya kecil-kecil, Karena terjadi persaingan dalam penggunaan zat makanan untuk pembentukan umbi dan bunga.



II.3     Varietas Tanaman Kentang

Dalam ilmu botani, varietas kentang dicirikan dengan bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama. Bila diperbanyak secara generatif atau vegetatif, varietas tanaman yang sama akan menghasilkan tanaman dengan ciri-ciri yang sama, unik, stabil, dan rasa yang mantap. Varietas kentang unggul telah banyak beredar di lapangan, berasal dari pemuliaan di dalam negeri dan atau introduksi dari luar negeri. Beberapa varietas kentang yang banyak diminati dan dibudidayakan oleh petani adalah sebagai berikut (Setijo pitojo, 2004) :
1.      Varietas Cipanas
Varietas kentang Cipanas adalah hasil persilangan dari varietas Thung 1510 dan Desiree. Tanaman kentang Cipanas berumur antara 95 – 105 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman berkisar antara 50 cm – 56 cm; batang tanaman berwarna hijau tua, memiliki penampang berbentuk segi lima, dan bersayap lurus; daun tanaman berbentuk oval, berwarna hijau tua dengan urat utama hijau muda, dan permukaan bawah daun berbulu; jumlah tandan bunga antara 3 – 7 buah; putik berwarna putih dan benang sari berwarna kuning.
Potensi hasil varietas Cipanas adalah 13 – 34 ton/ha dengan rata-rata 24,9 ton/ha. Umbi berkulit putih, mata umbi dangkal, dan permukaan umbi rata. Daging umbi berwarna kuning dan berkualitas sangat baik. Tanaman kentang varietas Cipanas agak peka terhadap nematoda Meloidogyne sp., tahan terhadap busuk daunPhytophthora infestans, dan peka terhadap layu bakteri Pseudomonas solanacearum (Setijo pitojo, 2004).
2.      Varietas Cosima
Varietas Cosima yang banyak beredar di Indonesia adalah introduksi dari jerman Barat. Tanaman kentang Cosima berumur antara 100 – 110 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman mencapai 75 cm; batang tanaman berwarna hijau tua, memiliki penampang berbentuk segi lima, dan bersayap rata; daun tanaman berbentuk oval dengan ujung meruncing, berwana hijau dengan urat utama hijau muda, dan permukaan bawah daun berkerut serta berbulu; jumlah tandan bunga berkisar antara 5 – 11 buah; putik berwarna putih; benang sari berjumlah lima buah dan berwarna kuning; dan buah berbentuk bulat pipih.
Potensi hasil kentang varietas Cosima berkisar antara 19 – 36 ton/ha, dengan hasil rata-rata 28,5 ton/ha. Kulit umbi berwarna kuning muda dan daging umbi kuning tua. Umbi kentang varietas Cosima memiliki kualitas sedang. Tanaman kentang varietas Cosima cukup tahan terhadap nematoda Meloidogyne sp., tahan terhadap busuk daun Phytophthora infestans, dan agak peka terhadap layu bakteriPseudomonas solanacearum (Setijo pitojo, 2004).
3.      Varietas Segunung
Varietas Segunung adalah hasil persilangan antara varietas Thung 151 C dan Desiree. Tanaman kentang Segunung berumur  100 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman mencapai 70 cm; batang berwana hijau muda berpigmen ungu, memiliki penampang berbentuk segi empat, dan bersayap bergerigi; daun dan urat utama daun berwarna hijau muda, berbentuk oval agak bulat dengan ujung runcing, dan permukaan bawah daun berkerut serta berbulu; jumlah tandan bunga delapan buah, putik berwarna putih, dan benang sari berwarna kuning.
Potensi hasil kentang varietas Segunung mencapai 25 ton/ha. Umbi berkulit kuning, halus, dan mata umbi dangkal. Daging umbi berwarna kuning dan berkualitas baik. Varietas Segunung cukup tahan terhadap busuk daunPhytophthora infestans dan cocok ditanam di dataran tinggi (Setijo pitojo, 2004).
4.      Varietas Granola L.
Varietas Granola L. adalah hasil introduksi dari Jerman Barat. Tanaman kentang varietas Granola L. berumur antara 100 – 115 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman  65 cm; batang berwarna hijau, berpenampang segi lima, dan bersayap rata; daun berwarna hijau dengan urat utama hijau muda, berbentuk oval, dan permukaan daun bagian bawah berkerut; jumlah tandan bunga berkisar antara 2 – 5 buah, putik berwarna putih; dan memiliki 5 buah benang sari berwarna kuning.
Potensi hasil rata-rata 26,5 ton/ha. Umbi berbentuk oval, berkulit kuning sampai putih, dan bermata dangkal. Daging umbi berwarna kuning. Varietas Granola L. tahan terhadap PVA dan PVY, namun agak peka terhadap layu bakteriPseudomonas solanacearum dan busuk daun Phytophthora infestans (Setijo pitojo, 2004).
5.      Varietas Atlantik Malang
Varietas Atlantik Malang merupakan introduksi dari Wisconsin, Amerika.Tanaman kentang varietas Atlantik Malang berumur   100 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman mencapai 50 cm; batang berwarna hijau dan berpenampang agak bulat; daun dan urat utama daun berwarna hijau; permukaan bawah daun bergelombang; jumlah tandan bunga antara 1 – 2 buah; putik berwarna hijau; dan benang sari yang berwarna kuning.
Potensi hasil varietas Atlantik Malang berkisar antara 8 – 20 ton/ha. Kulit dan daging umbi berwarna putih, serta mata umbi dalam. Varietas Atlantik Malang tahan terhadap nematoda (Setijo pitojo, 2004).
6.      Varietas Merbabu-17
Varietas Merbabu-17 adalah hasil persilangan antara IP 81001-1 dan MF-1. Tanaman kentang varietas Merbabu-17 berumur antara 90 – 120 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman lebih dari 100 cm; batang tanaman berwarna hijau; daun tanaman berwarna hijau tua; dan bunga berwarna putih keunguan.
Potensi hasil varietas Merbabu-17 mencapai 24 ton/ha. Umbi berbentuk oblong, memiliki kulit berwarna kuning berbintik-bintik, bermata dangkal, dan daging umbi berwarna kuning. Varietas Merbabu-17 bersifat agak tahan terhadap hama penggorok daun L. huidobrensis dan tahan terhadap busuk daun Phytophthora infestans (Setijo pitojo, 2004).

II.4     Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Kentang

II.4.1         Hama

Hama yang sering menyerang tanaman kentang adalah :
1.      Kutu Daun (Aphididae)
Kutu daun atau aphid adalah hama dari keluarga Aphididae yang berukuran kecil (1 – 2mm) dan umumnya menyerang daun dengan cara mengisap cairan daun.  Salah satu jenis kutu daun yang dikenal secara umum adalah kutu aphis (Aphis gossypii), kutu daun persik atau tobaco aphids (Myzus persicae) dan kutu bereng, wereng (Thrips).
Aphis gossypii dan Myzus persicae bisa dikatakan serupa tapi tak sama.  Aphisgossypii berwarna hijau, kehitam-hitaman, sampai kuning kecoklat-coklatan.  Sedangkan Myzus persicae sayapnya berwarna kehitam-hitaman, permukaan tubuhnya hijau, kuning sampai merah kecoklat-coklatan. Keduanya mengisap cairan daun atau bagian daun yang masih muda.  Daun yang diserang akan berkeriput berkerut-kerut karena cairannya dihisap.  Tanaman tumbuh kerdil, warna daunnya kekuning-kuningan, daun menggulung, kemudian layu,dan akhirnya tanaman tidak hanya terhambat pertumbuhannya melainkan bisa juga mati.
Pada suhu di atas 25 ºC, umur kutu dewasa menjadi pendek.  Pada suhu udara diatas 28 ºC reproduksi akan terganggu.  Bila kelembaban udaranya secara konstan relatif tinggi, akan mempengaruhi pertumbuhan kutu muda. Sebab yang diinginkannya adalah kondisi yang sebaliknya yaitu kelembaban yang rendah. Yang paling ditakuti petani adalah hama tersebut dianggap sebagai penular (vektor) penyakit PLVR (Potato Leaf Roll Virus), terutama saat umbi kentang disimpan di gudang.
Kutu Trips atau gurem bergerak lincah.  Ukurannya sangat kecil (1 mm) sehingga sulit dilihat mata.  Daun yang diserang berkeriput, berbintik-bintik kuning, kaku, menebal.  Sedangkan bagian bawah daun yang diserang berwarna keperak-perakan.  Serangan pada tanaman yang sudah tua, daun tampak menggulung dan tanaman tumbuh kerdil.  Selain menyerang daun, thrips ditemukan juga menyerang tunas baru tumbuh dari umbi kentang (bibit kentang), (Rukmana, R. 1997).
Untuk mengendalikan hama ini, langkah langkah yang dapat dilakukan adalah:
a.       Membersihkan lingkungan sekitar dari tumbuhan liar (gulma) dan membakar bagian tanaman yang diserang.
b.      Menanam tanaman perangkap yang tumbuhnya lebih tinggi dari tanaman kentang, ditanam di pinggiran lahan.  Jenis tanaman perangkap antara lain tanaman jagung, bunga matahari, atau tanaman yang bunganya cenderung kuning atau kekuning-kuningan.
c.       Pada serangan yang demikian hebat, setiap daun dapat ditemukan aphis sebanyak 7 ekor.
d.      Penyemprotan pestisida (insektisida) yang sesuai untuk aphis dapat dilakukan jika diperlukan.
2.      Ulat Penggulung daun ( Phthorimaea operculella)
Ulat ini termasuk kedalam Ordo Lepidoptera. Famili Gelechiides. Lepidoptera berasal dari kata Yunani yaitu Lepidopteros.  Lepidos artinya sisik, pteros artinya sayap.  Serangga dewasa tidak menjadi hama, yang menjadi hama adalah Larvanya, larva berbentuk ulat.  Serangan ulat ini dimulai Serangan dengan perubahan warna daun dari hijau menjadi merah tua. Kemudian muncul jalinan seperti benang yang didalamnya berisi ulat kecil berwarna kelabu. Kadang-kadang daun menggulung dan berisi larva. Menggulungnya daun karena permukaan daun sebelah atas rusak.
Serangan ini tidak hanya terjadi dilapangan, tetapi juga di tempat penyimpanan atau gudang. Umbi yang diserang ditandai dengana adanya kotoran disekitar mata tunas. Ulat ini juga juga dikenal dengan nama taromi, selisip, atau selundup atau PTM (Potato Tuber Mouth) itu, diduga juga sebagai hama yang mengundang datangnya serangan jamur penyebab penyakit Fusarium. Daur hidup hama ini cukup lama. Di daerah seperti Bogor (kurang dari 1.000 m dpl) hama tersebut bisa hidup sampai 25 hari. Namun, didataran 1.200 m dpl bisa hidup sampai 40 hari. Pastinya,Phthorimaea operculella tergolong hama berbahaya karena bisa merusak hasil panen, baik yang lapangan maupun yang disimpan di gudang.
Pada stadia dewasa, hama berupa kupu-kupu berwarna keabu-abuan. Kupu-kupu tersebut aktif di malam hari dan tidak aktif pada siang hari. Ia bersembunyi di tempat yang  sulit dipantau (bagian bawah tanaman) Telurnya kecil sekali , bisa ditemui di bawah daun atau di atas umbi. Peletakan telur di atas umbi, bila umbi tidak tertutup tanah seluruhnya. Makanya umbi yang disimpan digudang kerap  dijadikan sasaran.
Setelah telur menetas, keluar ulat yang kemudian merusak daun dan umbi dengan cara melubanginya. Setelah ulat berubah menjadi pupa, kononnya akan terlihat seperti ditutupi butiran tanah. Bila di gudang, pupa akan berada di luar umbi atau di atas rak.
Pemberantasan secara mekanis dapat dengan memangkas daun ataupun umbi yang telah terinfeksi dan yang telah tertempeli telur dan nimfanya. Sedangkan penyemprotan secara kimia dengan penyemprotan pestisida. Upaya pengendalian hama yang dilakukan, antara lain:
a.       Hindari penanaman kentang pada musim kemarau.
b.      Hindari terjadinya keretakan tanah karena lewat retakan ini larva akan masuk ke dalam tanah dan tanah akan merusak umbi.
c.       Seiring melakukan pembumbunan untuk mencegah larva masuk ke dalam tanah.
d.      Umbi yang disimpan di gudang harus diseleksi betul. Untuk itu, guna mengetahui mata umbi yang baik dan mana yang tidak, biarkan umbi selama dua minggu terhampar dilantai (yang sudah dibersihkan juga). Bila umbi tetap bersih, berarti bebas hama tersebut. Tapi bila dua minggu kemudian ternyata permukaan umbi mulai kotor, berarti telur hama tersebut mulai menetas. Sebaiknya umbi ini langsung dibuang saja.
e.       Bila diperlukan gunakan insektisida yang dianjurkan. Dapat menggunakan insektisida biologi antara lain Bacillus thuringiensis atau baculovirus.
3.      Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala: ulat menyerang daun dengan memakan bagian epidermis dan jaringan hingga habis daunnya.
Pengendalian: (1) mekanis dengan memangkas daun yang telah ditempeli telur; (2) kimia dengan Azordin, Diazinon 60 EC, Sumithion 50 EC.
4.      Orong-orong (Gryllotalpa Sp)
Gejala: menyerang umbi di kebun, akar, tunas muda dan tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap infeksi bakteri.
Pengendalian: menggunakan tepung Sevin 85 S yang dicampur dengan pupuk kandang.
5.      Hama penggerek umbi (Phtorimae poerculella Zael)
Gejala: pada daun yang berwarna merah tua dan terlihat adanya jalinan seperti benang yang berwarna kelabu yang merupakan materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila dibelah, akan terlihat adanya lubang-lubang karena sebagian umbi telah dimakan.
Pengendalian: secara kimia menggunakan Selecron 500 EC, Ekalux 25 EC, Orthene &5 SP, Lammnate L.
6.      Hama trip ( Thrips tabaci )
Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, selanjutnya berubah menjadi abu-abu perak dan kemudian mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda.
Pengendalian: (1) secara mekanis dengan cara memangkas bagian daun yang terserang; (2) secara kimia menggunakan Basudin 60 EC, Mitac 200 EC, Diazenon, Bayrusil 25 EC atau Dicarzol 25 SP.




II.4.2         Penyakit

Berikut ini merupakan berbagai macam penyakit yang menyerang tanaman kentang:
1.      Penyakit Hawar Daun
Phytophthora infestans termasuk kedalam kelas Oomycetes, Ordo Peronosporalesyang menyebabkan penyakit hawar daun kentang dan busuk kentang. Organisme yang semula dianggap sebagai anggota fungi / jamur ini ternyata merupakan protista dan menjadi penyebab kelaparan besar pada tahun 1845 di Irlandia dan pada tahun 1846 di Dataran Tinggi Skotlandia, dan menyebabkan emigrasi besar-besaran ke Amerika Serikat.
Miselium P. infestans yang terdiri dari benang-benag hifa yang tidak bersekat dan mengandung banyak inti yang diploid (Brasier & Sansome, 1975), tumbuh diantara sel-sel tanaman inang. Makanan diperoleh dari dalam sel yang diserap oleh kaki miselium. Sporangiofora bercabang-cabang dengan sifat percabangan simpodial dan pertumbuhannya indeterminate.  Pada ujung sporangiofora terbentuk sporangia, dan ini terjadi sebelum cabang baru yang mendesaknya ke samping tumbuh.  Sporangiofora muncul kepermukaaan jaringan melalui stomata.  Sporangium berbentuk bulat telur atau menyerupai buah jeruk limau, berpapila, berukuran 27 – 30 x 15 – 20 mikron.  Pada temperatur diatas 20 ºC sporangium berkecambah langsung membentuk buluh kecambah sedang dibawah temperatur tersebut zoospora.  Jadi sporangium dapat berfungsi sebagai konidium maupun sebagai zoosporangium, tergantung pada temperatur lingkungannya. Di gudang penyimpanan, penyakit berkembang dan bila umbi ditanam tuna-tunas yang tumbuh menunjukan gejala penyakit.
Menurut Sato (1979) infeksi umbi di lapang terjadi pada tanah yang bersuhu 18 ºC atau lebih rendah.  Di dalam tanah , sporangium tidak dapat bertahan lama.  Pada 20 ºC sporangium masih tetap hidup selama 5 minggu, sedang pada suhu 30 ºC hanya 7 hari (Suhardi, 1982). Pada umumnya penyakit busuk  daun kentang dijumpai setelah tanaman berumur 5 – 6 minggu.  Mula-mula serangan penyakit ini hanya dijumpai ada daun-daun bawah, kemudian merambat ke atas, ke daun-daun yang lebih muda.
Gejala pertama ialah terdapat bercak kebasah-basahan dengan tepian yang tidak teratur pada tepi daun atau tengahnya.  Bercak kemudian melebar dan terbentuklah daerah nekrotik yang berwarna coklat.  Melingkari daerah nekrotik ini terdapat bagian yang berwarna hijau kelabu yang menghasilkan sporangium berwarna putih.  Penyakit dapat terjadi pada tangkai anak daun , warna coklat, melingkar, agak mengendap, dan dapat menimbulkan defoliasi.  Pada ujung batang, penyakit berupa nekrotik yang cepat berkembang pada jaringan tanaman yang masih muda.  Apabila kelembaban udara rendah bercak-bercak nekrotik cepat mengering dan jaringan sakit menjadi mengkerut, melengkung, atau memutar.  Kulit umbi kentang yang berpenyakit melekuk dan agak berair.  Bila dibelah, daging umbi berwarna coklat.
Pengendalian terhadap penyakit lodoh  antara lain dengan sanitasi lahan pertanaman.  Lantas menanam bibit yang sehat dan varietas yang tahan terhadap serangan penyakit tersebut. Selanjutnya, menanam tanaman pagar seperti jagung atau yang lain sebagai penghalang penyebaran spora dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain.  Tanaman penghalang ini juga sebagai pencegah serangan serangga yang mungkin menjadi vektor penyebar penyakit tersebut.
2.      Penyakit Kudis
Penyakit kudis disebabkan oleh streptomycetes scabies (Thaxt) Waks & Henrici, yaitu merupakan termasuk ke dalam kelas  Thallobacteria.  Streptomyces spp. merupakan genus paling besar dari ordo Actinomycetales yang termasuk gram positif (Tyo, 2008). Genus ini kebanyakan dapat ditemukan di tanah dan tumbuhan yang membusuk. Streptomyces spp. memiliki bau khas yang dihasilkan dari metabolisme dan geosmin yang menguap (Agrios, 2005). 
Streptomyces spp. merupakan bakteri penghuni tanah yang membentuk miselium bercabang-cabang dengan ukuran antara 0,5-2,0 µm dan membentuk rantai spora pada ujung hifa udara dengan diameter 0,5-2,0 µm. Streptomyces spp. bersifat aerobik, oksidatif, dan sedikit asam yang diakumulasi dalam medium (Goto, 1992). Infeksi berlangsung melalui sel-sel umbi- umbi muda, terutama bila keadaan tanah kering (Adam & Lapwood, 1978).  Dilaporkan oleh Lewis (1970) bahwa bila tanah dipertahankan pada potensial air 80 joule per kg pada kedalaman 25 cm selama masa pertumbuhan kentang, maka banyak terjadi infeksi kudis. Disamping menyerang kentang, S.scabies menyerang Turnip, bit dan radish (Hodgson et al., 1974).  Kudis biasanya tidak terjadi pada pH dibawah 5, tetapi pada pH 6 atau lebih dapat meningkatkan serangan.
Gejala penyakit ini tidak tampak pada bagian di atas permukaan tanah.  Kulit permukaan umbi terdapat borok-borok kudis yang menonjol keluar dan biasanya berdiameter 5 – 8 mm.  Mula-mula gejala hanya bercak kecil berupa pecahan seperti bintang, kemudian berkembang meluas dan berwarna gelap.  Scab banyak berjangkit pada musim kering dengan temperatur optimum 25 ˚C – 30 ˚C.
Pengendalian penyakit ini yaitu menanam umbi yang sehat dan merotasi dengan leguminosae 3 – 5 tahun.  Pencelupan umbi ke dalam formalin 0,05 persen selama satu jam akan mencegah penularan penyakit melalui umbi.  Gunakan pupuk yang agak asam seperti amonium sulfat.  Pertanaman diairi secukupnya dan teratur pada masa awal pertumbuhan (Lapwood et al., 1973).
3.      Layu bakteri.
Penyakit ini masuk ke dalam tanaman melalui akar yang terluka.  Bagian yang terserang adalah umbinya.  Kulit umbi berbecak cokelat.  Gejala itu menjalar hingga batang.  Kalau bagian batangnya dipotong dan kemudian ditekan, dari bekas potongan akan mengeluarkan cairan yang warnanya seperti susu.  Akibat selanjutnya terjadi kelayuan pada seluruh daun tanaman, yang dimulai dari bagian pucuk.. Kemudian berwarna cokelat, dan biasanya hanya dalam tempo beberapa hari, tanaman akan mati.
Serangan layu bakteri terbanyak pada musim hujan atau pada udara lembab.  Penularan penyakit dilapangan terjadi dalam tanah, mungkin lewat rembesan air atau percampuran dengan tanah yang sudah terinfeksi.  Sedangkan penularan digudang dapat disebabkan karena tercemarnya gudang oleh umbi yang sudah terjangkiti penyakit ini.
Penyakit layu bakteri dikenal sebagai layu bakteri ralstonia akibat bakteriPseudomonas (Ralstonia) solanacearum.  Gejala umum serangan, beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu; daun tua dan daun bagian bawah menguning, atau tanaman layu sebagian atau keseluruhan dengan bagian daun yang menguning lalu mati.  Gejala ini seperti tanaman yang kekurangan air.  Bila tanaman dicabut tanaman masih kokoh karena sistem perakarannya tidak terganggu.
Bila umbi yang terinfeksi, ketika dilakukan pemanenan, akan tampak ”lengketan tanah” yang menempel pada ujung stolon atau bagian mata umbi atau bagian ujung umbi.  Lengketan tanah ini akibat lendir yang keluar dari bagian yang terinfeksi.  Bila umbi dibelah , maka akan tampak disklorasi atau warna cokelat disekeliling vaskulernya (melingkar) dan berlendir berwarna putih susu atau keabu-abuan. Layu bakteri tersebut menular melalui tanah (soil borne patogen) atau melalui peralatan pertanian. Sedangkan suhu tinggi dan kelembaban tinggi sangat menguntungkan bagi bakteri.  Suhu optimum bagi perkembangan bakteri 27 – 37 ˚C dan suhu yang menghambat pertumbuhannya 8 – 10 ˚C.
Pengendalian penyakit ini meliputi pemakaian umbi yang sehat, melakukan rotasi dengan tanaman bukan tanaman inang minimal 4 tahun, mengeringkan tanah pada musim kemarau, mengurangi pelukaan karena mekanis maupun karena nematoda, penyemprotan tanaman dengan Agrimisin 15/1.5 WP, serta menerapkan tindakan eradikasi dan sanitasi.
4.      Penyakit Layu Fusarium
Penyebab layu ini disebabkan oleh jamur Fusarium solani (Mart) Sacc, yaitu jamur yang dapat bertahan di dalam tanah sebagai saprob atau dalam bentuk klamidospora.  Dalam bentuk klasmidospora patogen dapat bertahan paling tidak selama 5 tahun di dalam tanah bera (Booth & Waterston).  Jamur ini menghasilkan mikrokonidia bening, silindris, berukuran 9 - 16 x 2 – 4 mikron.  Makrokonidia berbentuk silindris atau seperti perahu bersekat-sekat dan berukuran 40 – 100 x 5 – 7,5 mikron.
Menurut Hodsgon, dkk., (1974), penyebab penyakit ini bertahan dalam tanah atau umbi yang terinfeksi di gudang.  Bila umbi yang terinfeksi ditanam, jamur akanmenginfeksi akar dan menjalar melalui tanaman ke umbi. Penyakit ini pada umumnya timbul di daerah yang beriklim kering seperti di Jawa Timur.  Serangan penyakit ini sering bersama-sama dengan penyakit kanker batang (Suhardi dkk., 1976).
Gejala penyakit tersebut diawali dengan pertumbuhan tanaman yang tampak tidak normal, daun-daun berwarna hijau suram. Dimulai dari daun-daun bawah kelayuan berkembang ke atas.  Daun-daun yang layu kemudian menguning dan akhirnya mengering.  Daun-daun pucuk tetap hijau. Bila batang kentang disayat, tampak kayunya berwarna coklat.  Kadang-kadang pencoklatan juga dijumpai pada pembuluh tangkai daun.  Pada tanah yang basah dan dingin, bagian batang di bawah permukaan tanah dapat menjadi busuk, tanaman layu dan mati (Hodgson dkk., 1974).  Umbi-umbi yang terserang melekuk pada ujung stolon dan terjadi pencoklatan pembuluh sampai ke kedalaman yang beragam.  Bila mencapai mata umbi, maka tidak akan membentuk tunas (French, 1972).
Pengendalian penyakit layu fusarium dilakukan sejak awal yaitu, sanitasi lahan dan menanam bibit yang sehat.  Ketika panen jangan sampai umbi terluka dan sebelum disimpan umbi direndam dengan fungisida dulu (umbi untuk benih atau bibit).  Ketika panen, umbi betul-betul berasal dari tanaman yang jaringannya sudah mati.  Kemudian, umbi jangan disimpan dalam gudang yang lembab.  Sistem pertukaran udara atau ventilasi gudang harus baik.  Jangan sering menggeser-geser umbi digudang sampai umbi siap tanam.
Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah :
a.       Melakukan pergiliran tanaman yang bukan tanaman terung-terungan.
b.      Gudang penyimpanan harus dibersihkan dari hama penyakit sebelum digunakan.
c.       Bila diperlukan bisa gunakan pestisida yang dianjurkan.

2.11.Panen.

2.11.1  Ciri dan Umur Panen.

Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman. Pada varietas kentang genjah, umur panennya 90-120 hari; varietas medium 120-150 hari; dan varietas dalam 150-180 hari.

Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen apabila daunnya telah berwarna kekuning-kuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna kekuningan dan agak mengering. Selain itu tanaman yang siap panen kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi, kulit tidak cepat mengelupas bila digosok dengan jari.

2.11.2. Cara Panen.        

Waktu memanen sangat dianjurkan dilakukan pada waktu sore hari/pagi hari dan dilakukan pada saat hari cerah. Cara memanen yang baik adalah sebagai berikut: cangkul tanah disekitar umbi kemudian angkat umbi dengan hati hati dengan menggunakan garpu tanah. Setelah itu kumpulkan umbi ditempat yang teduh. Hindari kerusakan mekanis waktu panen.


2.12.Pasca panen.
a.       Penyortiran dan Penggolongan.
Umbi yang baik dan sehat dipisahkan dengan umbi yang cacat dan terkena penyakit. Kegiatan ini akan mencegah penularan penyakit kepada umbi yang sehat. Kentang di sortir berdasarkan ukuran umbi (tergantung varitas).

b.      Penyimpanan.
Simpan umbi kentang dalam rak-rak yang tersusun rapi, sebaiknya ruangan tempat penyimpanan dibersihkan dan disterilisasi dahulu agar terbebas dari bakteri. Simpan di tempat yang tertutup dan berventilasi.

c.       Pengemasan dan Pengangkutan.
Alat pengemas harus bersih dan terbuat dari bahan yang ringan. Pengemas harus berventilasi dan di bagian dasar dan tepi diberi bahan yang mengurangi benturan selama pengangkutan.

d.      Pembersihan.
Petani konvensional hampir tidak pernah membersihkan umbi. Untuk memasarkan kentang di pasar swalayan/ke luar negeri, kentang harus dibersihkan terlebih dulu. Bersihkan umbi dari segala kotoran yang menempel dengan lap. Lakukan perlahan-lahan jangan sampai menimbulkan lecet-lecet. Selain itu umbi dapat dibersihkan dengan cara dicuci di air mengalir yang tidak terlalu deras kemudian dikeringanginkan. Umbi yang bersih akan memperpanjang keawetan umbi selain itu juga akan menarik konsumen.

2.13.        Standar Produksi.
2.13.1.  Klasifikasi dan Standar Mutu.
Menurut ukuran berat, kentang segar digolongkan dalam.
a.       Kecil: 50 gram kebawah.
b.      Sedang: 51-100 gram.
c.       Besar: 101-300 gram.
d.      Sangat besar: 301 gram ke atas.

Menurut jenis mutunya kentang segar digolongkan dalam 2 jenis mutu, yaitu mutu I dan mutu II:
a.       Keseragaman warna dan bentuk: mutu I=seragam; mutu II=seragam.
b.      Keseragaman ukuran: mutu I=seragam; mutu II=seragam.
c.       Kerataan permukaan kentang: mutu I=rata; mutu II=tidak disyaratkan.
d.      Kadar kotor (bobot/bobot): mutu I=maksimum 2,5%; mutu II=maksimum 2,5%.
e.       Kentang cacat (bobot/bobot): mutu I=maksimum 5%; mutu II=maksimum 10%.
f.       Ketuaan kentang: mutu I=tua; mutu II=cukup tua.

Untuk mendapatkan hasil kentang yang sesuai dengan standar maka dilakukan pengujian yang meliputi:
a.       Penentuan keseragaman ukuran kentang.
Timbang seluruh cuplikan, kemudian timbang tiap butir dalam cuplikan. Pisahkan butir-butir yang beratnya diatas/dibawah ukuran berat yang telah ditentukan dan timbanglah semuanya. Bila presentase berat butir yang diatas/dibawah ukuran berat masing-masing sama/kurang dari 5% maka contoh dianggap seragam.

b.      Penentuan kerataan permukaan kentang.
Timbang seluruh cuplikan dan ukur benjolan yang terdapat pada tiap butir dalam cuplikan. Pisahkan butir-butir cuplikan yang mempunyai benjolan lebih dari 1 cm sama/kurang dari 10% jumlah cuplikan maka cuplikan dianggap mempunyai permukaan rata.

c.       Penentuan kadar kotoran.
Timbanglah sampai mendekati 0,1 gram sebanyak lebih kurang 500 gram cuplikan dalam wadah yang telah ditera sebelumnya dan tuanglah kedalalam sebuah bak kayu yang disediakan khusus untuk itu. Pilihlah kotoran-kotoran dan timbanglah berat masing-masing.

d.      Penentuan cacat pada kentang segar.
Timbang seluruh cuplikan dan tentukan butir-butir kentang yang cacat. Pisahkan butir-butir yang cacat dan timbanglah semuanya. Bila presentase berat butir-butir yang cacat sama/kurang dari 50%, maka cuplikan dianggap Mutu I dan bila sama/kurang dari 10% maka cuplikan dianggap Mutu II.

e.       Penentuan ketuaan pada kentang segar
Timbanglah seluruh cuplikan dan tentukan butir contoh yang tua/cukup tua. Pisahkan butir yang tua/cukup tua dan timbanglah semuanya. Bila presentase berat butir contoh yang kulitnya mengelupas beratnya lebih dari ¼ bagian permukaannya sama/kurang dari 5%, maka cuplikan dianggap tua dan bila sama/kurang dari 10%, maka cuplikan dianggap cukup tua.
2.13.2.  Pengemasan

Kentang disajikan dalam bentuk utuh dan segar. Dikemas dengan keranjang/bahan lain dengan berat netto maksimum 80 kg dan ditutup dengan anyaman bambu kemudian diikat dengan tali rotan/bahan lain. Isi kemasan tidak melebihi permukaan.

Di dalam keranjang atau kemasan diberi label yang bertuliskan :
a.       Nama barang.
b.      Jenis mutu.
c.       Nama/kode perusahaan/eksportir.
d.      Berat netto.
e.       Produksi Indonesia.
f.       Negara/tempat tujuan.





III. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapat dalam pembuatan makalah ini adalah :
1.      Teknis budidaya tanaman kentang adalah meninjau syarat pertumbuhan tanaman kentang dari aspek letak strategis, keadaan topografi tanah, dan keadaan suhu dan kelembaban, keadaan curah hujan, keadaan angin, faktor sinar matahari.
2.      Proses persiapan lahan yaitu mencangkul tanah, menggemburkan tanah, membuat bedengan, membuat saluran air dan meratakan tanah.
3.      Dengan lahan seluas satu hektar diperlukan bibit kentang sebanyak 1200-1500 kg yang   berat tiap umbinya antara 30-40 gram.
Setelah lebih kurang 10-12 hari kemudian, maka bibit kentang mulai tumbuh rata di atas tanah.
4.      Cara pemberian pupuk buatan adalah diatas pupuk kandang atau diantara umbi bibit dengan jarak 5cm – 7cm di sebelah kanan dan kiri umbi kentang. Jumlah pupuk buatan untuk tanaman kentang bervariasi, tergantung pada varietas kentang, jenis tanah, kesuburan tanah, lokasi, dan musim.
5.      Penyiraman kentang harus diperhatikan, terutama bila tidak turun hujan. Apalagi pada musim kemarau.
6.      Proses pendangiran dan penyiangan dilakukan agar pertumbuhan tanaman kentang menjadi lebih baik.
7.      Pembumbunan yang dilakukan tidak boleh terlalu tinggi karena bisa mengganggu pernapasan tanaman kentang di dalam tanah.
8.      Biasanya pada umur 25 – 30 hari, tanaman kentang mulai mengeluarkan bunga. Oleh karena itu, bunga sebaiknya dipangkas sebelum mekar.
9.      Dalam ilmu botani, varietas kentang dicirikan dengan bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama.
10.  Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman.
11.  Proses pasca panen terdiri dari penyortiran dan penggolongan, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan serta pembersihan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyerbukan Tanaman

Budidaya Tanaman Gandum

Budidaya Nanas